Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pengembangan jaringan kereta api yang tersebar di berbagai wilayah. Namun, seiring waktu, sejumlah jalur kereta api mengalami penutupan dan menjadi tidak aktif karena berbagai faktor, seperti biaya operasional yang tinggi, perubahan kebutuhan transportasi, dan perkembangan infrastruktur lain. Kini, pemerintah dan pihak terkait tengah gencar melakukan pengaktifan kembali (reaktivasi) jalur-jalur kereta api yang selama ini mati, sebagai upaya strategis untuk meningkatkan mobilitas masyarakat, mendukung distribusi logistik, dan menggerakkan perekonomian daerah.
Pengaktifan kembali jalur kereta api yang mati merupakan langkah strategis pemerintah untuk mendukung mobilitas, distribusi logistik, dan pengembangan ekonomi di berbagai wilayah Indonesia, terutama di Jawa Barat. Meski menghadapi tantangan besar dari segi biaya dan pembebasan lahan, potensi manfaat yang akan diperoleh sangat besar, mulai dari peningkatan aksesibilitas wisata, efisiensi distribusi produk pertanian dan industri, hingga kemudahan mobilitas masyarakat.
Dengan perencanaan matang, kolaborasi antar lembaga, dan dukungan masyarakat, reaktivasi jalur kereta api ini dapat menjadi tonggak baru dalam perjalanan transportasi Indonesia menuju masa depan yang lebih maju dan berkelanjutan.
Jalur kereta api yang tidak aktif di Indonesia cukup banyak, terutama di Pulau Jawa. Menurut data, banyak jalur yang ditutup pada masa kolonial hingga era kemerdekaan, dan beberapa di antaranya sempat diaktifkan kembali pada masa awal kemerdekaan oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) karena potensi ekonomis dan kepentingan strategis militer. Namun, pada periode 1970-an hingga 1990-an, banyak jalur kembali dinonaktifkan akibat berbagai kendala.
Kini, kebutuhan transportasi yang semakin meningkat, terutama untuk mendukung sektor pertanian, pariwisata, dan industri, mendorong pemerintah untuk menghidupkan kembali jalur-jalur tersebut. Reaktivasi jalur kereta api dinilai mampu menjadi solusi transportasi massal yang efisien, mengurangi kemacetan jalan raya, serta memperlancar distribusi barang dan mobilitas masyarakat.
Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu wilayah yang fokus pada program reaktivasi jalur kereta api. Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama Kementerian Perhubungan dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) tengah mempersiapkan pengaktifan kembali lima jalur kereta api yang sudah lama tidak beroperasi. Kelima jalur tersebut adalah:
Pengaktifan kembali jalur kereta api yang mati ini memiliki beberapa tujuan utama yang strategis, antara lain:
Pengaktifan kembali jalur kereta api yang sudah lama tidak beroperasi bukan tanpa tantangan. Banyak jalur yang kini sudah berubah fungsi menjadi permukiman, fasilitas umum, atau bangunan lain, sehingga diperlukan proses pembebasan lahan yang kompleks dan biaya besar.
Menurut dokumen Dirjen Perkeretaapian, reaktivasi lima jalur di Jawa Barat ini membutuhkan anggaran sekitar Rp 20 triliun. Rincian biaya antara lain:
Biaya tersebut mencakup pembangunan kembali rel, stasiun, fasilitas penunjang, serta pembebasan lahan yang telah berubah fungsi.
Proses reaktivasi jalur kereta api dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan skala prioritas berdasarkan potensi ekonomi, sosial, dan teknis. Inventarisasi data dan studi kelayakan menjadi tahap awal untuk menentukan jalur mana yang akan diaktifkan lebih dulu.
Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, serta PT KAI berperan bersama dalam pembagian tugas dan pembiayaan proyek ini. Sinkronisasi antara berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan reaktivasi.
Reaktivasi jalur kereta api yang mati diharapkan membawa dampak positif luas, seperti:
Akses transportasi yang lebih baik akan memudahkan masyarakat dalam aktivitas sehari-hari, seperti bekerja, sekolah, dan berwisata.
Informasi lainnya Sosial Media @Lingkar Kata