Kesenjangan Digital yang Mengkhawatirkan: Siapa yang Masih Terpinggirkan dalam Penetrasi Internet Indonesia 2025?
Bandung – Internet kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Mulai dari komunikasi, pendidikan, hiburan, hingga transaksi keuangan, keberadaan internet mendukung hampir seluruh aspek kehidupan sehari-hari. Namun, di balik kemajuan tersebut, muncul pertanyaan penting: apakah seluruh lapisan masyarakat Indonesia sudah dapat menikmati akses internet secara merata?
Data terbaru menunjukkan bahwa meskipun terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah pengguna internet di Indonesia, kesenjangan akses masih menjadi tantangan yang cukup besar, terutama di wilayah-wilayah terpencil dan pedesaan.
Jumlah Pengguna Internet Meningkat, Tapi Kesenjangan Masih Ada
Pada Januari 2025, jumlah pengguna internet di Indonesia tercatat mencapai 212 juta orang, atau sekitar 74,6% dari total populasi yang diperkirakan sebesar 285 juta jiwa. Angka ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 8,7% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan penambahan sekitar 17 juta pengguna baru dalam kurun waktu satu tahun. [APJII]
Peningkatan ini menunjukkan antusiasme dan kebutuhan masyarakat terhadap akses internet yang semakin tinggi. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi sebaliknya, masih terdapat sekitar 72,2 juta orang di Indonesia yang belum terhubung dengan internet. Jumlah ini bukanlah angka yang kecil dan mencerminkan adanya kesenjangan digital yang masih perlu menjadi perhatian serius.
Distribusi Pengguna Berdasarkan Wilayah: Urban vs Rural
Salah satu aspek yang menonjol dalam data penetrasi internet adalah ketimpangan antara wilayah urban (perkotaan) dan rural (pedesaan). Wilayah perkotaan menunjukkan tingkat penetrasi internet yang jauh lebih tinggi, berkat dukungan infrastruktur yang lebih baik, seperti jaringan fiber optik, sinyal 4G/5G yang stabil, dan fasilitas pendukung lainnya.
Sebaliknya, banyak daerah pedesaan masih menghadapi kendala seperti terbatasnya jaringan telekomunikasi, minimnya infrastruktur penunjang, hingga harga layanan yang kurang terjangkau. Kesenjangan ini juga terjadi lebih tajam di wilayah-wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), di mana akses terhadap teknologi komunikasi sering kali menjadi kemewahan.
Demografi Pengguna Internet: Didominasi Generasi Muda
Dari sisi demografi, data menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia didominasi oleh generasi muda. Generasi Z (kelahiran 1997–2012) mencakup sekitar 34,4% dari total pengguna internet. Generasi milenial (kelahiran 1981–1996) menyusul dengan kontribusi sebesar 30,6%. Kedua kelompok usia ini dikenal sebagai generasi yang tumbuh dan berkembang bersama teknologi digital, sehingga mereka lebih cepat beradaptasi dan memanfaatkan internet dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, dari segi gender, distribusi pengguna internet hampir seimbang, dengan 50,7% laki-laki dan 49,1% perempuan. Hal ini mencerminkan bahwa akses terhadap internet telah menjadi kebutuhan lintas gender yang merata, meskipun tantangan dalam konteks sosial dan ekonomi masih perlu diperhatikan.
Kualitas Koneksi Semakin Baik
Tak hanya jumlah pengguna yang meningkat, kualitas koneksi internet di Indonesia juga menunjukkan perbaikan. Pada tahun 2025, kecepatan unduh median untuk internet seluler mencapai 29,06 Mbps, mengalami peningkatan sebesar 18,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk layanan fixed broadband, kecepatan unduh median berada di angka 32,05 Mbps, meningkat sebesar 13,1% dari tahun sebelumnya.
Peningkatan ini membuka peluang besar untuk pertumbuhan berbagai layanan digital berbasis data besar, seperti video streaming dengan resolusi tinggi, game online, hingga aplikasi berbasis kecerdasan buatan dan augmented reality. Dengan koneksi yang lebih stabil dan cepat, masyarakat memiliki lebih banyak pilihan dan fleksibilitas dalam mengakses informasi serta layanan daring.
Tantangan dan Upaya Pemerataan Akses
Meskipun terdapat tren positif, pemerataan akses internet tetap menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. Banyak wilayah 3T di Indonesia masih tertinggal dalam hal infrastruktur telekomunikasi, akibat lokasi geografis yang sulit dijangkau, keterbatasan sumber daya, serta minimnya insentif bagi penyedia layanan swasta.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai inisiatif strategis, seperti proyek Palapa Ring, yang membangun jaringan serat optik di seluruh wilayah Indonesia, dan Satelit SATRIA (Satelit Republik Indonesia), yang dirancang khusus untuk menyediakan akses internet di daerah terpencil dan 3T. Program-program ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua warga negara, tanpa memandang lokasi geografis, dapat memperoleh manfaat dari konektivitas digital.
Menuju Akses Internet yang Inklusif dan Merata
Tren penetrasi internet di Indonesia pada tahun 2025 mencerminkan kemajuan signifikan dalam hal peningkatan jumlah pengguna dan kualitas koneksi. Namun, kesenjangan akses yang masih terjadi antarwilayah, khususnya antara wilayah perkotaan dan pedesaan serta antara wilayah maju dan tertinggal, merupakan tantangan besar yang tidak bisa diabaikan.
Ke depan, dibutuhkan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, penyedia layanan telekomunikasi, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih inklusif. Hanya dengan demikian, transformasi digital yang tengah berlangsung dapat membawa manfaat yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa ada yang tertinggal di belakang.
Informasi lainnya @Lingkar Kata